LOST – A Good Friday Performance

Posted: April 6, 2012 in Event, Sermon
Tags: , , , , , , , , , , , , , ,

Hari Jumat, 6 April 2012 merupakan hari yang istimewa karena segenap umat Kristiani mengadakan peringatan Jumat Agung, peristiwa pengorbanan Tuhan Yesus Kristus hingga wafat di kayu salib. Kali ini, Gereja Mawar Sharon ‘my home’ menyelenggarakan ibadah Jumat Agung dengan menyajikan tema “LOST” atau “TERHILANG”. Acara ini dihadiri sekitar 2700 jemaat yang terbagi dalam tiga kali ibadah.

Pujian dan penyembahan kepada Tuhan sebagai bentuk ucapan syukur, pengagungan dan penghormatan dinaikkan dengan penuh semangat oleh setiap jemaat yang hadir. Dalam acara ini, saya menyampaikan pesan Tuhan dalam peringatan Jumat Agung untuk mengenang peristiwa kematian Yesus di kayu salib sekitar 2000 tahun yang lalu. Tema “LOST” ini diinspirasikan dari Injil Lukas 15:11-22, menceritakan salah satu perumpamaan Tuhan Yesus yang sangat terkenal. Hari ini, saya dan segenap my home creative ministry berusaha ‘menghidupkan’ perumpamaan tersebut dalam bentuk kotbah dan penampilan pertunjukan di panggung.

Saya membuka kisah ini dengan menceritakan seorang bapak yang memiliki dua orang anak laki-laki. Saya menceritakan perumpamaan itu dari sudut pandang anak bungsu dari bapak tersebut. Didukung dengan dekorasi yang bernuansa ruang tamu sebuah rumah, saya mengisahkan kehidupan anak ini yang bergelimpangan harta, hidup dalam kemewahan, dan apapun yang diperlukan selalu terpenuhi. Sayangnya, sebagai seorang anak, saya tidak puas dengan keadaan seperti itu sehingga terus-menerus saya berusaha untuk membujuk sang ayah untuk membagi harta kekayaan yang seharusnya menjadi hak saya. Karena hati sang ayah begitu mengasihi anak-anaknya, akhirnya diapun setuju untuk membagi harta kekayaannya dan sayapun menerima bagian milik saya.

Dengan segera, saya menjual segala harta benda dan kekayaan yang dimiliki kemudian bepergian ke luar negeri. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang anak muda yang tiba-tiba menjadi seorang yang sangat kaya raya? Anak muda ini mulai berfoya-foya dan menghabiskan uangnya, katakanlah dengan membeli gadget canggih terbaru, mengenakan fashion model terkini dan membeli segala barang-barang mewah yang mahal. Bersama dengan teman-teman lainnya, anak muda ini menghabiskan waktunya untuk berjudi, ke diskotik, main perempuan, dan mulai terikat dengan obat-obatan terlarang. Semua harta kekayaan dihabiskan dengan cara yang boros sehingga akhirnya anak ini menjadi melarat. Gaya hidup anak bungsu ini ditampilkan begitu rupa oleh performance creative ministry sehingga jemaat yang hadir pun dapat membayangkan maksud yang hendak disampaikan Tuhan Yesus dalam perumpamaan tersebut. Untuk sementara, ketika hidup seseorang sudah jauh dari Bapa dan hidup dalam dosa, seolah-olah kesenangan duniawi begitu nikmat untuk dinikmati…. hingga akhirnya ketika kehabisan uang, anak ini mulai melarat. Tidak satupun yang mau berteman dengannya.

Dalam perumpamaan tersebut dikisahkan, akhirnya negeri itu mengalami krisis yang cukup parah sehingga ditimpa bencana kelaparan. Dalam kondisi melarat, jatuh miskin akibat gaya hidup foya-foya dan ditinggalkan teman-temannya, saya memerankan kondisi anak muda ini yang mulai berusaha untuk mencari pekerjaan. Susah memang mencari pekerjaan di tengah situasi sulit dan krisis ekonomi yang dialami sehingga sekalipun berusaha untuk mencari pekerjaan demi pekerjaan, selalu ditolak. Kondisi menjadi semakin gawat ketika muncul sekelompok orang tak dikenal mulai mencari-cari kesempatan untuk merampok anak muda ini. Apapun yang dimiliki, sekalipun sudah tidak punya uang lagi… semuanya dijarah! Bukan itu saja, bahkan dengan tidak segan-segan preman-preman ini memukul tanpa ampun sehingga babak belur dan membiarkan saya tergeletak tanpa daya.

Suasana hening sejenak… sambil menghela nafas, segenap jemaat yang terpaku menyaksikan pertunjukan di panggung menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Keheningan dipecahkan dengan suara sayatan pisau…. Ada seorang juragan babi yang rupanya dari kejauhan sedang memotong-motong daging babi. Anak muda ini terkesiap dan memandang kepada juragan tersebut dengan penuh pengharapan. Paling tidak, saya berusaha untuk mendekati juragan ini dan memohon dengan sangat agar diberikan sebuah pekerjaan untuk dapat bertahan hidup. Sekalipun disambut dengan nada yang keras dan kasar, paling tidak juragan babi ini memberikan pekerjaan untuk menjaga babi di ladangnya. Juragan babi ini diperankan dengan sangat baik oleh Bapak Jaya Ng, dengan bahasa dan logat ‘Hokkien’ yang cukup kental saat menyuruh saya bekerja di kandang babi membuat suasana menjadi segar dan hidup.

Mulailah saya tinggal di ladang tersebut untuk menjadi penjaga babi, memelihara babi, membersihkan babi beserta kandangnya sehingga harus mengalami hidup yang benar-benar melarat serta penuh penderitaan. Inilah buah kehidupan yang dialami akibat dosa… terjebak dalam kubangan dosa! Sama seperti kondisi di kandang babi yang kotor, jorok, bau… demikian pula keadaan kita ketika terikat dengan dosa. Dosa membuat kehidupan kita menjadi begitu menjijikkan, najis, kotor, dan penuh dengan cela. Saat kita berusaha untuk meninggalkan kehidupan yang terikat dosa, apa daya kita tidak sanggup apabila melakukannya dengan kekuatan kita sendiri! Setiap kali kita berusaha melangkah keluar dari dosa, dosa itu kembali menarik kehidupan kita; karena kita sedang terikat dengan dosa yang suatu saat akan membuahkan maut!

Di kala kelaparan, juragan babi ini dengan seenaknya melemparkan makanan-makanan sisa untuk menjadi makanan bagi ternak babi tersebut ke kandang sementara saya tidak mendapatkan apa-apa. Sambil memelas dengan sangat untuk meminta makanan karena kelaparan, juragan babi justru marah-marah dan menolak untuk memberikan makanan. Bahkan, sekalipun saya memohon untuk bisa makan dari ampas makanan babipun tidak diberikannya. Sebuah situasi yang paling tidak nyaman di kala kelaparan melanda, sementara saya harus tinggal di tempat yang paling hina – sebuah titik terendah dalam kehidupan seseorang!

Itulah keadaan yang dialami ketika kehidupan seseorang terikat dengan dosa. Seolah-olah semua kesulitan hidup yang dialami tidak ada penyelesaian maupun jalan keluarnya. Mungkin kondisi yang kita hadapi saat ini tidak separah yang dialami anak bungsu tersebut sehingga harus mengalami penderitaan dan kemelaratan. Namun, inilah kondisi kerohanian seseorang yang hidup dalam dosa, yaitu tidak dapat mengalami terobosan apapun dalam hidup sehingga apapun yang berusaha dilakukan selalu mengalami kerugian dan kegagalan.

Ayat ke-17 dari Injil Lukas pasal 15 merupakan sebuah titik balik dari kisah anak bungsu ini. Anak ini mulai menyadari keadaannya. Saya merindukan suasana di kala masih berada di rumah bapa, ketika semua fasilitas dan kenyamanan hidup masih dapat diraih. Ketika membandingkan diri dengan para pegawai upahan orang tua yang berlimpah dengan makanan dan minuman, sedangkan dalam kondisi sekarang saya justru kelaparan hingga hampir mati… akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Saya menggambarkan kerinduan anak bungsu ini untuk kembali kepada bapa dengan mengilustrasikannya dalam sebuah film singkat, di kala kehidupan dari masa kecil hingga beranjak dewasa senantiasa mengalami kelimpahan berkat dari bapa.

Ya! Saya harus kembali kepada bapa! Saya harus pulang! Namun, keragu-raguan mulai muncul di dalam hati tatkala merasa tidak layak, apalagi dipenuhi rasa bersalah karena telah meninggalkan rumah bapa dan menikmati hidup dalam dosa yang sia-sia. Saya mempersiapkan sebuah kalimat untuk disampaikan kepada bapa seandainya dapat berjumpa kembali, saya akan berkata kepadanya, “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa…” (Lukas 15:18-19).

Saya mengajak segenap jemaat yang hadir untuk merenungkan kembali keadaan rohani dalam batin masing-masing. Sekalipun saat ini tidak benar-benar dalam kondisi yang susah seperti di kandang babi, ataupun masih bisa menikmati dosa dalam kesenangan-kesenangan duniawi seperti perjudian, perselingkuhan, mabuk, pesta pora, dan lain-lain namun kondisi hati kita bisa saja ‘sejorok’ kandang babi yang bau tersebut karena juga dipenuhi pikiran-pikiran jahat maupun percabulan, perzinahan, dan kepahitan. Ajakan untuk meninggalkan kandang babi ini saya tujukan bagi mereka yang ‘terhilang’. Performance yang ditampilkan kali ini bukanlah sekedar menceritakan perumpamaan yang Yesus ajarkan, namun menceritakan kondisi hati dari beberapa pengunjung hadir saat ini. Ketika saya dan segenap tim creative ministry membawa perumpamaan Tuhan Yesus mengenai “anak yang hilang” menjadi ‘hidup’, beberapa pengunjung yang hadir mulai mengerti; bahwa merekalah yang dimaksudkan dalam perumpamaan tersebut.

Dari sekian banyak kehadiran di acara ini, setiap jiwa-jiwa yang benar-benar ‘terhilang’ mulai meresponi untuk membuka hatinya kepada kasih Bapa. “Untuk meninggalkan kubangan dosa yang begitu jorok, kotor, dan hina seperti kandang babi ini, dibutuhkan kekuatan kasih karunia Tuhan, karena setiap orang yang berusaha dengan kekuatannya sendiri untuk meninggalkan dosa justru akan semakin terseret dan jatuh ke dalam dosa yang lebih dalam…” demikian saya ungkapkan di tengah-tengah jemaat yang sangat antusias menyimak Firman Tuhan. Kita tidak bisa meninggalkan dosa-dosa kita dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri karena itu kita membutuhkan kekuatan kasih karunia Tuhan! Di kala kita mulai melangkah, percayalah Tuhan akan memberi kekuatan untuk membuat Anda kembali pada-Nya!

Saya memutuskan untuk kembali pulang kepada bapa sekalipun harus menempuh jarak yang begitu jauh. Sepanjang perjalanan yang kita tempuh untuk kembali kepada Bapa mungkin tidaklah mudah… karena dosa senantiasa menggoda kita dan menyeret ke dalam ikatan yang mendatangkan maut dan penderitaan. Dalam Injil Yohanes 14:6 dituliskan perkataan Tuhan Yesus, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Untuk seseorang datang kepada Bapa, harus menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat atas hidupnya. Kisah ini saya akhiri dengan berjalan pulang sambil mengitari jemaat yang hadir, dan berbalik kembali ke rumah bapa; sementara dari kejauhan pribadi Bapa yang baik itu telah menantikan kedatangan setiap mereka yang terhilang.

Diiringi lagu pujian “So You Would Come” (Hillsong Australia) yang memiliki lirik “Come to the Father…” saya mengundang segenap jiwa-jiwa yang merasa dirinya ‘terhilang’ dari hadapan Bapa untuk maju ke depan dan menerima kasih Bapa dengan jalan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Hari ini, sekitar 230 orang mengalami pemulihan hubungan dengan Bapa Sorgawi dan 43 orang memberi dirinya dibaptis selam untuk memeteraikan pertobatan mereka di hadapan Tuhan. Mereka yang terhilang telah ditemukan kembali. Saya percaya, Bapa di Sorga pun bersukacita, bahkan malaikat-malaikat-Nya pun bersorak-sorai karena banyak jiwa yang diselamatkan dalam Kristus Yesus Tuhan. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus!

Posted with WordPress for BlackBerry.

Comments
  1. wawan says:

    Bagus banget acaranya, tapi lebih dari itu sukacita kita semakin bertambah ketika melihat banyak jiwa yang kembali kepada Tuhan, dan banyak juga yang memberikan diri dibaptis. Itulah yang menjadi inti dari acara ini… AWESOME!

    Like

  2. Shelvi says:

    Kerenn KKR semalam.
    So Awesome

    Like

  3. Yesika Suryani says:

    Wonderful, special performance in Good Friday service with creative sermon by Ps. Robert Tedjasukmana. The Congregation can image the parable (Luk 15: 11-22). The “LOST” are found for the glory of GOD!

    Like

  4. Permission to share this blog, Pak Robert 🙂

    Like

Leave a comment